Wednesday 24 February 2010

Malaysia Tangkap 8 Pelaku Perusakan Gereja

Pihak keamanan Malaysia telah menangkap delapan orang tersangka penyerangan gereja, usai Pengadilan Tinggi setempat memperbolehkan umat Nasrani di negeri tersebut mempergunakan kata “Allah”.

Menurut Kepala Investigasi Kriminal Bakri Zinin, sebagaimana diberitakan Christian Post, Rabu (20/1), kedelapan tersangka tersebut tengah diselidiki mengenai keterlibatan mereka dalam peledakan gereja Metro Tabernacle yang terletak di pinggiran kota Kuala Lumpur.

Ya, Metro Tabernakel merupakan gereja pertama dari sebelas gereja di Malaysia yang menjadi sasaran perusakan setelah Pengadilan Tinggi pada 31 Desember 2009 menyatakan bahwa merupakan pelanggaran terhadap konsitusi apabila umat Kristen dilarang menggunakan kata “Allah” sebagai rujukan “Tuhan”. Ini karena, selama berabad-abad, umat Kristen di Arab telah menggunakan kata “Allah”.

Kata Zinin, pihak keamanan tengah menyelidiki apakah para tersangka juga terlibat dalam perusakan gereja lainnya. Pada kesempatan yang sama, Zini juga meminta agar warga Malaysia tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu SARA yang dapat mengancam dan merusak keharmonisan religi di Negeri Jiran.

“Pihak kepolisian telah memecahkan kasus ini,” terang Zinin meyakinkan.

Hal senada disampaikan oleh jurubicara gereja Metro Tabernacle yang mengatakan bahwa segala sesuatu kini dalam kondisi aman terkendali.

“Kami harus melupakan (masalah) ini,” ujar Peter Yeow. “Kami berusaha keluar dari sorotan permasalahan ini; membangun kembali gereja kami; berhenti menyalahkan orang lain dan membiarkan pihak berwajib menyelesaikan tugas mereka.”

Kedelapan tersangka tersebut, menurut keterangan polisi, merupakan warga Muslim Malaysia yang berusia 21 hingga 26 tahun di mana tiga di antaranya masih bertalian darah.

Meski Islam merupakan agama mayoritas di Malaysia, hubungan antar agama maupun antar ras di Malaysia cukup harmonis.

Bagaimana pun juga, keputusan pengadilan yang mengatakan bahwa kata “Allah” bukan hanya milik umat Islam, memicu ketegangan antar umat beragama khususnya Kristen dan Islam.

Dua tahun lalu, koran mingguan Katolik di Malaysia, Herald, juga dilarang untuk menggunakan kata “Allah” dalam tulisannya.

Sejatinya, pemerintah Malaysia telah menetapkan larangan penggunaan kata “Allah” bagi non-muslim sejak tahun 1980-an, meski demikian larangan itu baru digiatkan sejak beberapa tahun belakangan ini—di mana pemerintah Malaysia sempat menyita Alkitab yang menggunakan kata “Allah”.

Sebagai respon terhadap keputusan pengadilan, pemerintah Malaysia pada 4 Januari 2010, mengeluarkan keputusan bahwa penggunaan kata “Allah” oleh non-Muslim dapat menyebabkan kebingungan di pihak Muslim.

Sejak penyerangan tersebut, gereja-gereja di Malaysia mengeluarkan himbauan agar semua umat Kristen berdoa bagi kesatuan nasional di Malaysia.

“Berdoalah agar peristiwa ini dapat membuka kebangkitan rohani di Malaysia,” seru Persekutuan Kristen Nasional Malaysia. “Berdoalah agar gereja-gereja dibebaskan dari kebingungan, spekulasi, dan manipulasi; dan agar gereja terus berdoa sesuai dengan kehendakNya.”

source: www.glministry.com